Beranda | Artikel
Untaian Mutiara Dalam Memahami Ayat Hukum (Bag. 2)
Minggu, 1 Februari 2009

Baca juga pembahasan sebelumnya: Untaian Mutiara Dalam Memahami Ayat Hukum (Bag. 1)

Syaikhul Mufassirin Al Imam Ibnu Jarir Ath Thabary
(wafat tahun 310 H)

Beliau berkata dalam Jami’ul Bayan (6/166):

وأولى هذه الأقوال عندي بالصواب: قول من قال: نزلت هذه الآيات في كفّار أهل الكتاب، لأن ما قبلها وما بعدها من الآيات ففيهم نزلت، وهم المعنيون بها، وهذه الآيات سياق الخبر عنهم، فكونها خبراً عنهم أولى. فإن قال قائل: فإن الله تعالى قد عمّ بالخبر بذلك عن جميع من لم يحكم بما أنزل الله، فكيف جعلته خاصاً؟! قيل: إن الله تعالى عمّ بالخبر بذلك عن قوم كانوا بحكم الله الذي حكم به في كتابه جاحدين، فأخبر عنهم أنهم بتركهم الحكم على سبيل ما تركوه كافرون، وكذلك القول في كلّ من لم يحكم بما أنزل الله جاحداً به، هو بالله كافر؛ كما قال ابن عباس”.

“Dan pendapat yang paling benar menurutku adalah pendapat yang menyatakan ayat ini diturunkan untuk orang-orang kafir ahli kitab, karena ayat sebelum dan sesudahnya menerangkan demikian dan merekalah yang menjadi objek pembicaraan dalam ayat itu. Ayat ini merupakan bentuk pemberitaan tentang mereka, maka pendapat yang menyatakan ayat tersebut adalah pemberitaan tentang mereka lebih utama untuk diterima.

Jika ada yang mengatakan: ‘Sesungguhnya Allah ta’ala dengan pengabaran dalam ayat tersebut tidak membeda-bedakan dan mencakup seluruh orang yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka bagaimana bisa kamu mengkhususkannya?’

Jawabannya: ‘Sesungguhnya Allah ta’ala dengan ayat ini memberi keumuman terhadap suatu kaum yang mengingkari kewajiban berhukum dengan apa yang ditetapkan Allah dalam kitab-Nya. Maka Dia mengabarkan tentang mereka, bahwa tatkala mereka meninggalkan hukum Allah seperti yang dilakukan orang-orang kafir ahli kitab maka mereka menjadi kafir. Dan demikianlah vonis bahwa setiap orang yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena mengingkarinya maka dia telah kafir kepada Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas.”

Al Imam Ibnu Baththah Al Akbari
(wafat tahun 387 H)

Beliau menyebutkan dalam Al Ibanah (2/723), “Bab beberapa dosa yang mengantarkan pelakunya pada kekufuran tanpa mengeluarkannya dari agama”:

الحكم بغير ما أنزل الله، وأورد آثار الصحابة والتابعين على أنه كفر أصغر غير ناقل من الملة

“(Di antara dosa-dosa tersebut -pent) adalah berhukum dengan selain hukum Allah, dan terdapat atsar dari para sahabat dan tabi’in bahwa hal itu merupakan kufur asghar dan tidak mengeluarkan pelakunya dari agama.”

Al Imam Ibnu Abdil Barr
(wafat tahun 463H)

Beliau berkata dalam At Tamhid (5/74):

“وأجمع العلماء على أن الجور في الحكم من الكبائر لمن تعمد ذلك عالما به، رويت في ذلك آثار شديدة عن السلف، وقال الله عز وجل: ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾،﴿ الظَّالِمُونَ ﴾،﴿ الْفَاسِقُونَ ﴾ نزلت في أهل الكتاب، قال حذيفة وابن عباس: وهي عامة فينا؛ قالوا ليس بكفر ينقل عن الملة إذا فعل ذلك رجل من أهل هذه الأمة حتى يكفر بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر روي هذا المعنى عن جماعة من العلماء بتأويل القرآن منهم ابن عباس وطاووس وعطاء”.

“Ulama sepakat bahwa penyimpangan dari hukum Allah termasuk dosa-dosa besar bagi orang yang sengaja melakukannya sedang dia mengetahui kewajiban untuk berhukum kepada hukum Allah, telah diriwayatkan akan hal itu atsar dari para salaf.

Allah telah berfirman yang artinya: “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” Di ayat sesudahnya “mereka itulah orang-orang yang zalim” dan ayat sesudahnya “mereka itulah orang-orang yang fasik.”

Ayat ini diturunkan terkait dengan Ahli Kitab. Hudzaifah dan Ibnu Abbas berkata: “Ayat ini umum dan mencakup umat kita”. Mereka mengatakan: “Akan tetapi hal itu tidak mengeluarkan pelakunya dari agama apabila seseorang dari umat ini melakukannya hingga dia mengkufuri Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari kiamat. Penjelasan semisal diriwayatkan dari para ulama’ di antara mereka adalah Ibnu Abbas, Thawus dan Atha’.”

Al Imam As Sam’ani
(wafat tahun 510 H)

Beliau berkata dalam tafsirnya terhadap ayat hukum (2/42):

واعلم أن الخوارج يستدلون بهذه الآية، ويقولون: من لم يحكم بما أنزل الله؛ فهو كافر، وأهل السنة قالوا: لا يكفر بترك الحكم.

“Ketahuilah sesungguhnya Khawarij berdalil dengan ayat ini sembari mengatakan: ‘Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka dia kafir’, sedangkan Ahlus Sunnah tidaklah mengafirkan (kaum muslimin -pent) lantaran tidak berhukum dengan hukum Allah (maksudnya tidak serampangan mengafirkan secara perorangan seperti yang dilakukan Khawarij, akan tetapi harus dirinci -pent).

Al Imam Ibnul Jauzy
(wafat tahun 597 H)

Beliau berkata dalam Zaadul Masir (2/366):

وفصل الخطاب: أن من لم يحكم بما أنزل الله جاحداً له، وهو يعلم أن الله أنزله؛ كما فعلت اليهود؛ فهو كافر، ومن لم يحكم به ميلاً إلى الهوى من غير جحود؛ فهو ظالم فاسق، وقد روى علي بن أبي طلحة عن ابن عباس؛ أنه قال: من جحد ما أنزل الله؛ فقد كفر، ومن أقرّبه؛ ولم يحكمم به؛ فهو ظالم فاسق”.

“Kesimpulannya adalah: Siapa yang tidak berhukum dengan yang Allah turunkan dengan mengingkari kewajibannya, sedangkan dia mengetahui bahwa Allah telah menurunkannya sebagaimana perbuatan kaum Yahudi maka dia kafir. Dan barang siapa yang tidak berhukum dengannya karena condong kepada hawa nafsu tanpa mengingkari kewajibannya, maka dia seorang yang zalim fasik. Dan telah diriwayatkan oleh Ali bin Thalhah dari Ibnu Abbas bahwasanya beliau berkata: “Barang siapa yang mengingkari apa yang telah Allah turunkan maka dia kafir, dan barang siapa yang mengakui dan tidak menentangnya akan tetapi dia tidak berhukum dengannya maka dia seorang yang zalim lagi fasik.”

Al Imam Ibnul ‘Arabi
(wafat tahun 543 H)

Beliau rahimahullah berkata dalam Ahkamul Qur’an (2/624):

وهذا يختلف: إن حكم بما عنده على أنه من عند الله، فهو تبديل له يوجب الكفر، وإن حكم به هوى ومعصية فهو ذنب تدركه المغفرة على أصل أهل السنة في الغفران للمذنبين”.

(Hukum dalam hal ini berbeda -pent), apabila dia berhukum dengan hukum buatannya sendiri dengan keyakinan bahwa itulah hukum Allah, maka ini adalah tabdil (penggantian -pent) terhadap hukum Allah sehingga pelakunya berhak untuk dikafirkan. Akan tetapi apabila dia berhukum dengan hukum selain Allah karena hawa nafsu dan maksiat, maka dia berdosa dan masih berhak untuk mendapatkan ampunan sebagaimana akidah ahlus sunnah tentang ampunan terhadap orang-orang yang berdosa.

Al Imam Al Qurthubi
(wafat tahun 671 H)

Beliau berkata dalam Al Mufhim (5/117):

وقوله ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾ يحتج بظاهره من يكفر بالذنوب، وهم الخوارج!، ولا حجة لهم فيه؛ لأن هذه الآيات نزلت في اليهود المحرفين كلام الله تعالى، كما جاء في الحديث، وهم كفار، فيشاركهم في حكمها من يشاركهم في سبب النزول. وبيان هذا: أن المسلم إذا علم حكم الله تعلى في قضية قطعاً ثم لم يحكم به، فإن كان عن جحد كان كافراً، لا يختلف في هذا، وإن كان لا عن جحد كان عاصياً مرتكب كبيرة، لأنه مصدق بأصل ذلك الحكم، وعالم بوجوب تنفيذه عليه، لكنه عصى بترك العمل به، وهذا في كل ما يُعلم من ضرورة الشرع حكمه؛ كالصلاة وغيرها من القواعد المعلومة، وهذا مذهب أهل السنة”.

Firman Allah:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”

Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar berdalil dengan ayat ini, tapi ayat ini bukanlah hujjah bagi mereka, karena ayat ini diturunkan terkait dengan Yahudi yang telah merubah firman Allah ta’ala sebagaimana yang diterangkan dalam hadits sedangkan mereka itulah orang kafir.

Maka seseorang yang berhukum dengan hukum selain Allah akan dihukumi sama dengan Yahudi (yakni kafir keluar dari agama -pent) apabila keadaan mereka sesuai dengan asbabun nuzul ayat tersebut (yakni kaum Yahudi dikafirkan karena merubah firman Allah ta’ala -pent).

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Sesungguhnya seorang muslim apabila dia mengetahui hukum Allah ta’ala dalam suatu masalah, kemudian dia tidak berhukum dengannya, apabila hal itu dilakukan karena dia menentang hukum Allah maka dia kafir, tidak ada perselisihan dalam hal ini. Akan tetapi apabila dia melakukan hal itu tanpa maksud menentang maka dia telah melakukan maksiat dan dosa besar, karena dia pada asalnya masih meyakini kebenaran hukum Allah dan dia mengetahui kewajiban untuk melaksanakannya akan tetapi dia bermaksiat ketika tidak mengamalkannya.

Apa yang kami jabarkan ini berlaku dalam segala hal yang telah diketahui hukumnya secara pasti seperti shalat dan selainnya landasan-landasan pokok agama yang lain. Dan inilah mazhab ahlus sunnah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
(wafat tahun 728)

Beliau berkata dalam Majmu’ Fatawa (3/267):

والإنسان متى حلّل الحرام المجمع عليه أو حرم الحرام المجمع عليه أو بدل الشرع المجمع عليه كان كافراً مرتداً باتفاق الفقهاء، وفي مثل هذا نزل قوله على أحد القولين : ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾ المائدة:44 ؛ أي: المستحل للحكم بغير ما أنزل الله”.

“Seseorang tatkala menghalalkan sesuatu yang telah disepakati keharamannya (oleh syariat-pent) atau mengharamkan sesuatu yang telah disepakati kehalalannya atau mengganti salah satu syariat yang telah disepakati maka dia kafir, murtad dengan kesepakatan para ulama’. Dan yang senada dengan hal ini adalah firman Allah ta’ala, menurut salah satu dari dua penafsiran:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”

Maksudnya adalah orang yang beranggapan bolehnya berhukum dengan selain hukum Allah.

وقال في منهاج السنة (5/130): قال تعالى: ﴿ فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا ﴾ النساء:65؛ فمن لم يلتزم تحكيم الله ورسوله فيما شجر بينهم؛ فقد أقسم الله بنفسه أنه لا يؤمن، وأما من كان ملتزماً لحكم الله ورسولة باطناً وظاهراً، لكن عصى واتبع هواه؛ فهذا بمنزلة أمثاله من العصاة. وهذه الآية مما يحتج بها الخوارج على تكفير ولاة الأمر الذين لا يحكمون بما أنزل الله، ثم يزعمون أن اعتقادهم هو حكم الله. وقد تكلم الناس بما يطول ذكره هنا، وما ذكرته يدل عليه سياق الآية”.

Dalam Minhajus Sunnah (5/130) beliau berkata:

Allah ta’ala berfirman:

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisaa’: 65)

Maka barang siapa yang tidak komitmen menggunakan aturan Allah dan rasul-Nya sebagai hukum dalam perkara yang mereka perselisihkan, maka Allah telah bersumpah bahwasanya mereka tidak beriman. Adapun seorang yang komitmen dengan hukum Allah dan rasul-Nya baik secara batin dan zhahir akan tetapi dia bermaksiat dan mengikuti hawa nafsunya (sehingga dia menyimpang dari hukum Allah dan rasul-Nya) maka dia termasuk ahli maksiat.

Ayat ini termasuk dalil yang digunakan oleh Khawarij untuk mengkafirkan para penguasa yang tidak berhukum dengan yang Allah turunkan kemudian mereka menyangka bahwa keyakinan mereka tersebut merupakan hukum Allah. Telah banyak pembahasan para ulama akan hal ini, yang tidak mungkin dicantumkan di sini, dan apa yang telah aku sebutkan sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh siyaq (rentetan) ayat.

وقال في “مجموع الفتاوى” (7/312): “وإذا كان من قول السلف: (إن الإنسان يكون فيه إيمان ونفاق)، فكذلك في قولهم: (إنه يكون فيه إيمان وكفر) ليس هو الكفر الذي ينقل عن الملّة، كما قال ابن عباس وأصحابه في قوله تعالى: ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾ قالوا: كفروا كفراً لا ينقل عن الملة، وقد اتّبعهم على ذلك أحمد بن حنبل وغيره من أئمة السنة”.

Beliau berkata dalam Majmu’ Fatawa (7/312): “Termasuk di antara perkataan salaf: ‘Sesungguhnya terkadang dalam diri seseorang terdapat keimanan dan kenifakan’ dan demikian juga perkataan mereka: ‘Sesungguhnya terkadang dalam diri seseorang terdapat keimanan dan kekufuran’, (akan tetapi yang di maksud -pent) bukanlah kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, hal ini sebagaimana penafsiran Ibnu Abbas dan para sahabatnya terhadap ayat Allah ta’ala:

“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”

Mereka mengatakan: “Mereka telah melakukan perbuatan kekufuran yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama”, dan penafsiran mereka diikuti oleh Ahmad Ibnu Hanbal dan imam-imam sunnah selain beliau.

Baca juga pembahasan selanjutnya: Untaian Mutiara Dalam Memahami Ayat Hukum (Bag. 3)

***

Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id

🔍 Pengecut Dalam Islam, Sorban Imamah, Islami Co, Azab Menghina Islam


Artikel asli: https://muslim.or.id/526-ayat-hukum-2.html